:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5175478/original/001196100_1743000033-WhatsApp_Image_2025-03-26_at_19.36.40__1_.jpeg)
Liputan6.com, Jakarta – Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid didampingi Wakil Menteri ATR Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, menghadiri Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, pada Senin (05/05/2025) di Istana Negara.
Pada kesempatan ini, Presiden Prabowo Subianto meminta kepada Menteri Nusron untuk meneliti dengan betul tanah-tanah negara. Tanah yang sekiranya bisa dimanfaatkan agar dimaksimalkan untuk kepentingan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Cek semua konsesi-konsesi HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan) yang sudah jatuh tempo kembali ke negara,” kata Prabowo seperti dikutip dari instagram resmi Kementerian ATR/BPN, Rabu (7/5/2025).
Usai Rapat tersebut Nusron memberikan penjelasan bahwa tanah negara biasanya dikonsesikan dalam bentuk HGB dan HGU. Kementerian ATR/BPN akan melihat konsesi-konsesi yang sudah jatuh tempo.
“Ini yang diserahkan. Biasanya masuk kategori tanah terlantar. Diserahkan ke Bank Tanah,” kata dia.
Nusron melanjutkan, dirinya sudah bicara dengan Kepala BPI Danantara Rosan Roeslani, tanah terlantar ini untuk konsolidasikan ke dalam Danantara. Sejauh ini berdasarkan data Bank Tanah, aset yang dimiliki kurang lebih 40.000 hektare.
“Aset bank tanah yang sedang kami diskusikan, apakah bisa atau tidak untuk dikonsolidasikan ke dalam Danantara,” jelasnya.
Menurut dia, tanah-tanah tersebut berpotensi besar untuk dimanfaatkan dalam berbagai sektor prioritas pembangunan nasional.
“Tanah tersebut berpotensi juga untuk digunakan dalam berbagai macam tujuan, seperti pembangunan pabrik, perumahan, pangan, hingga energi terbarukan,” tutup Nusron.
GBK Jadi Aset Termahal yang Dikelola Danantara, Segini Nilainya
… Selengkapnya
Sebelumnya, Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) bakal menjadi aset terbesar yang dikelola Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Wacana pengalihan pengelolaan GBK ini disebut-sebut menjadi langkah strategis untuk mendongkrak total nilai kekayaan Danantara hingga menembus USD 1 triliun.
Nilai kawasan GBK sendiri saat ini ditaksir mencapai lebih dari USD 25 miliar atau setara Rp 450 triliun, menjadikannya aset negara paling bernilai yang akan masuk dalam portofolio Danantara.
Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan P. Roeslani mengungkapkan bahwa kawasan GBK merupakan aset negara dengan nilai ekonomi sangat tinggi.
Menurutnya, hasil valuasi delapan tahun lalu menunjukkan nilai kawasan ini sudah mencapai US$25 miliar dan diproyeksikan terus meningkat seiring dengan perkembangan kawasan sekitar yang semakin strategis.
“GBK yang selama ini dikelola oleh Kemensetneg, nilainya dalam valuasi delapan tahun lalu sudah US$25 miliar. Kawasan ini direncanakan masuk ke dalam kelolaan Danantara,” ujar Rosan ditulis ulang, Minggu (4/5/2025).
Rosan menjelaskan, pengelolaan aset-aset bernilai tinggi seperti GBK merupakan bagian dari upaya memperkuat struktur aset Danantara yang saat ini mencapai US$982 miliar.
Dengan masuknya GBK, maka Danantara optimistis target nilai kelolaan aset mencapai US$1 triliun dalam waktu dekat bisa terealisasi.
Arahan Presiden Prabowo, Tapi Masih Butuh Waktu
… Selengkapnya
Wacana pengalihan pengelolaan kawasan GBK ke Danantara disebut sebagai arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, realisasi kebijakan tersebut dipastikan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa proses akuisisi aset GBK oleh Danantara masih berada pada tahap awal dan memerlukan kajian lebih dalam.
“Hingga saat ini belum ada aset di kawasan GBK yang sudah dikelola Danantara. Karena GBK ini merupakan aset di bawah Kemensetneg dan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU), maka proses pengalihan tentu berbeda dengan pengalihan aset-aset milik BUMN,” kata Prasetyo.
Ia menegaskan bahwa meskipun ada arahan untuk mengalihkan pengelolaan ke Danantara, tetap harus ada mekanisme dan tahapan hukum yang dilalui agar tidak menyalahi aturan tata kelola aset negara. Kompleksitas hukum dan status BLU yang melekat pada pengelolaan GBK saat ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses akuisisi.