CAGARBOLA – Menperin Sebut Indonesia Masih Jadi Negara Tujuan Investor Industri Manufaktur

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan Indonesia masih menjadi negara tujuan utama bagi investor dari sektor industri manufaktur. Ini juga ditunjukkan dari realisasi investasi industri manufaktur.

Sepanjang kuartal I 2025, realisasi investasi industri manufaktur di Indonesia mencapai Rp 179,7 triliun. Penanaman modal sektor manufaktur ini memberikan kontribusi 38,6 persen terhadap total nilai investasi seluruh sektor yang mengalir di Indonesia sebesar Rp465,2 triliun pada triwulan I-2025.

“Ini menandakan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan utama bagi para investor dari sektor industri manufaktur. Oleh karenanya, kami sebagai pembina sektor industri turut memastikan bahwa investasi mereka dapat berjalan baik,” ujar Agus, seperti dikutip dari keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

Agus menuturkan, sejumlah investor skala global sudah menyatakan minatnya untuk menambah investasi di tanah air. Komitmen ini misalnya disampaikan oleh para investor dari Korea Selatan yang tergabung dalam Federation of Korea Industry (FKI) saat bertemu dengan Menperin di Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Ada beberapa perusahaan Korea yang telah menyatakan akan melakukan ekspansi bisnisnya dan juga melakukan investasi dengan membuat pabrik baru. Mereka yang ingin membuka pabrik baru ini, karena selama ini mereka belum pernah menyiapkan fasilitasnya di Indonesia,” ungkapnya.

Agus menyampaikan, pihaknya bertekad untuk segera menindaklanjuti berbagai masukan dari para investor pelaku industri di Indonesia.

“Apa saja yang mereka sudah sampaikan ke kami, memang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, baik itu kebutuhan atau hambatan yang ada di lapangan. Sehingga mereka bisa lancar dalam menjalankan bisnisnya, bahkan bisa lebih berdaya saing,” tuturnya.

 

 


2 dari 5 halaman

Beri Apresiasi kepada Pelaku Industri

Menperin memberikan apresiasi terhadap para pelaku industri yang telah menggelontorkan dananya di Indonesia. “Hal ini tentu memberikan multiplier effect yang luas terhadap perekonomian nasional, antara lain peningkatan devisa dan penyerapan tenaga kerja,” imbuhnya.

Adapun berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, realisasi investasi sektor industri manufaktur sepanjang triwulan I tahun 2025, terdiri dari penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp134,4 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp45,3 triliun.

Sejumlah sektor industri manufaktur yang telah merealisasikan modalnya pada periode tersebut, antara lain industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya (PMA dan PMDN) sebesar Rp67,3 miliar, diikuti industri makanan sebesar Rp23,8 miliar, industri kimia dan farmasi sebesar Rp21,7 miliar, serta industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar Rp14,1 miliar.

Selanjutnya, industri kertas dan percetakan sebesar Rp12,9 miliar, industri mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik dan jam sebesar Rp11 miliar, industri karet dan plastik sebesar Rp7,1 miliar, industri barang dari kulit dan alas kaki sebesar Rp7 miliar, industri tekstil sebesar Rp5,4 miliar, industri mineral nonlogam sebesar Rp4,8 miliar, serta industri kayu sebesar Rp1 miliar.

“Terjadi tren kenaikan realisasi investasi di sektor yang masuk dalam hilirisasi. Ini juga menunjukkan bahwa Asta Cita Bapak Presiden berjalan dengan baik, yaitu melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” kata Agus.

3 dari 5 halaman

Industri Manufaktur Masih Penggerak Utama

Agus kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak sedang dalam fase deindustrialisasi. Sebab, beberapa indikator yang dilansir oleh sejumlah lembaga, baik itu dari dalam maupun luar negeri, menyebutkan bahwa industri manufaktur di Indonesia masih menjadi prime mover atau penggerak utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dari dua faktor saja, yakni Manufacturing Value Added (MVA) dan share terhadap PDB, belum berbicara mengenai kinerja capaian investasi dan ekspor, serta penyerapan tenaga kerja manufaktur, itu dengan sangat mudah bisa dipatahkan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi,” tegasnya di Jakarta, Rabu (7/5).

Menperin mengemukakan, berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, nilai MVA Indonesia pada 2023 menembus angka USD 255,96 miliar. Ini merupakan capaian yang tertinggi dari yang sebelumnya pernah diraih Indonesia.

“Nilai tersebut menempatkan Indonesia dalam 12 besar negara manufaktur dunia, serta yang terbesar ke-lima di Asia, di bawah China, Jepang, India, dan Korea Selatan. Di ASEAN, nilai MVA Indonesia tentunya menjadi yang tertinggi, jauh melampui nilai MVA negara-negara ASEAN, termasuk Thailand dan Vietnam,” ungkapnya.

Menperin menyampaikan, tren MVA Indonesia terus meningkat sejak tahun 2019, kecuali saat masa pandemi Covid-19. Dengan meningkatnya MVA ini, Indonesia setara dengan beberapa negara industri maju seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

“Rata-rata MVA dunia adalah USD78,73 miliar, sementara Indonesia mencatatkan rerata historis sebesar USD102,85 miliar. Pencapaian ini mencerminkan struktur industri manufaktur nasional yang kuat dari hulu ke hilir,” ujar dia.

4 dari 5 halaman

Kinerja Industri Manufaktur

Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sektor industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin dari catatan pada triwulan I tahun 2025 sebesar 17,50 persen.

Capaian ini naik dibanding periode sama pada 2024 sebesar 17,47 persen, dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang tahun 2024 yang berada di angka 17,16 persen. Begitu juga dengan dibandingkan dengan triwulan II-2022 pasca-Covid 19 melanda Indonesia, kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas memiliki tren meningkat sampai dengan triwulan I-2025 ini.

Menurut Menperin, ekonom dan pengamat perlu melihat lebih dalam data PDB Industri Pengolahan Non Migas (IPNM) atau PDB manufaktur pada triwulan II tahun 2022 sejak pandemi Covid-19 berhenti melanda Indonesia sampai saat ini pada triwulan I tahun 2025. “Berdasarkan analisis teknokratis kami terhadap data PDB IPNM per triwulan tersebut, ditemukan bahwa ada tren peningkatan pada share PDB IPNM yang signifikan secara statistik,” ungkapnya.

 

5 dari 5 halaman

Pentingnya Kebijakan Strategis

Artinya, sejumlah indikator atau data kinerja positif industri manufaktur saat ini berkebalikan dengan yang disampaikan ekonom dan pengamat selama ini bahwa ada tren penurunan share PDB manufaktur yang menjadi dasar pernyataan mereka terkait deindustrialisasi yang melanda industri manufaktur Indonesia.

“Jadi, patut dipertanyakan alasan para pengamat yang mengatakan bahwa Indonesia sedang masuk atau sudah masuk ke dalam tahap deindustrialisasi. Itu salah, karena kita bisa lihat dari data yang ada, kinerja industri manufaktur masih menjadi sumber pertumbuhan ekonomi,” tutur Menperin.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus menekankan pentingnya kebijakan strategis, pro-bisnis, dan pro-investasi untuk mendorong daya saing global industri nasional. “Indonesia juga memiliki potensi besar untuk terus memperluas pangsa pasar global, terutama melalui peningkatan ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi, termasuk sektor industri makanan dan minuman, tekstil, logam, otomotif, serta elektronik,” ujar dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *