CAGARBOLA – KPPU Bakal Sidangkan Dugaan Kartel Bunga Pinjol

Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada

Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menggelar sidang atas dugaan pemufakatan pengenaan bunga tinggi pinjaman online (pinjol). KPPU mengklaim sudah mendapatkan alat bukti tambahan.

Ketua KPPU, Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya mendapat temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi. Penyelidikan KPPU mengungkap ada dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

“Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI),” kata Fanshurullah Asa dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).

Temuan KPPU menyampaikan, para anggota asosuasi menetapkan tingkat bunga pinjaman, meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari. Hal ini dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4 persen per hari pada 2021.

“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” kata dia. 

Dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.

Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi.

Pasar Pinjaman Online

Fanshurullah juga menuturkan, mengacu pada data yang dikantonginya, per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama.

 


2 dari 3 halaman

Upaya Jaga Ekosistem

Di antaranya, KreditPintar 13 persen, Asetku 11 persen, Modalku 9 persen, KrediFazz 7 persen, EasyCash 6 persen, dan AdaKami 5 persen. Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor. 

“Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-commerce,” tegasnya.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi tanggal 25 April 2025 memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut. 

“Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50 persen dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10 persen dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran,” ucap Fanshurullah.

KPPU menekankan penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Industri fintech dinilai memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan, sehingga praktik-praktik anti-persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini karena berdampak luar biasa bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat kecil dan menengah.

 

3 dari 3 halaman

Ukuran Pasar

Hal tersebut dapat dilihat dari ukuran pasar ini yang cukup signifikan di mana hingga pertengahan bulan 2023 telah tercatat sebanyak 1,38 juta pemberi pinjaman aktif, 125,51 juta akun peminjam terdaftar, dengan akumulasi pinjaman yang telah diberikan mencapai Rp 829,18 triliun.

Bahkan menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki credit gap (kesenjangan kredit) atau kebutuhan pembiayaan yang tidak terpenuhi oleh lembaga keuangan tradisional yang mencapai Rp 1.650 triliun pada 2024. 

Ini menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri pinjaman online di Indonesia. KPPU memperkirakan, eskalasi perkara ini berpotensi membawa konsekuensi besar bagi lanskap pinjaman online di Indonesia. 

“Melalui penegakan hukum ini, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis pinjol, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif. Dari sisi konsumen, penegakan hukum ini menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital,” bebernya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *