:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1043411/original/005540900_1446622303-20151104-OJK-AY-4.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat belakangan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas sektor pembiayaan, khususnya industri fintech lending dan multifinance. Kondisi ini dinilai dapat berdampak ganda, baik terhadap potensi penurunan penyaluran pembiayaan maupun peningkatan risiko kredit macet.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), Agusman, menegaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mencermati dampak dari maraknya PHK terhadap sektor pembiayaan.
“Maraknya PHK akan terus dicermati dampaknya terhadap multifinance dan Pindar,” kata Agusman dikutip dari jawaban tertulisnya, Senin (19/5/2025).
OJK melalui pengawasan terhadap sektor pembiayaan terus mencermati potensi dampak dari gelombang PHK tersebut. Industri didorong untuk memperkuat prinsip kehati-hatian, mengelola risiko secara menyeluruh, dan tetap melakukan inovasi guna menjaga ketahanan menghadapi tekanan ekonomi, baik di level nasional maupun global.
“Perusahaan didorong untuk terus memperhatikan aspek kehati-hatian, memiliki manajemen risiko yang memadai, dan melakukan inovasi secara berkelanjutan untuk menekan meningkatnya risiko gagal bayar di tengah dinamika perekonomian domestik dan global,” ujarnya.
Meski terdapat potensi risiko, indikator profil risiko pembiayaan hingga Maret 2025 masih berada dalam level yang relatif terkendali. Rasio Non-Performing Financing (NPF) gross di sektor multifinance tercatat menurun menjadi 2,71 persen dari bulan sebelumnya.
OJK Terus Pantau Tingkat Risiko Kredit Bermasalah
… Selengkapnya
Sementara itu, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) pada industri fintech lending juga tetap stabil di angka 2,77 persen.
Kata Agusman, OJK terus melakukan pemantauan intensif untuk memastikan kondisi industri pembiayaan tetap sehat dan mampu beradaptasi terhadap dinamika ekonomi, termasuk potensi dampak dari meningkatnya angka PHK.
“OJK terus melakukan monitoring terhadap tingkat risiko kredit bermasalah. Per Maret 2025, profil risiko multifinance terjaga dengan rasio NPF gross tercatat turun menjadi 2,71 persen dari bulan sebelumnya. Pada industri Pindar, TWP90 juga masih terjaga di posisi 2,77 persen,” ujar dia.
Gelombang PHK Masih Terjadi pada 2025
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih akan terjadi pada 2025. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, pada Januari hingga April 2025 total ada 24.036 orang pekerja yang terdampak PHK.
Jumlah paling banyak terjadi di tiga provinsi, yakni Jawa Tengah dengan 10.692 pekerja, Jakarta 4.649 orang, dan 3.546 orang di Riau.
Berdasarkan survei Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terhadap 357 perusahaan anggotanya yang dilakukan per Maret 2025, mayoritas atau sekitar 65% mengatakan PHK menjadi opsi karena terjadi penurunan permintaan. Selain itu, PHK juga terjadi karena efisiensi yang menjadi salah satu pilihan agar perusahaan bisa bertahan.
… Selengkapnya